Wakaf Pendidikan



Sepanjang sejarah Islam, wakaf telah memerankan peranan yang sangat penting dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan soial, ekonomi, dan kebudayaan masyarakat Islam. Selain itu, keberadaan wakaf juga telah banyak memfasilitasi para sarjana dan mahasiswa dengan berbagai sarana dan prasarana yang memadai untuk melakukan riset dan pendidikan sehingga dapat mengurangi ketergantungan dana pemerintah.
Didin Hafidhuddin dalam bukunya yang berjudul Islam Aplikatif menerangkan sumber-sumber wakaf tidak hanya digunakan untuk membangun perpustakaan, ruang-ruang belajar, tetapi juga untuk membangun perumahan siswa, kegiatan riset, seperti untuk jasa-jasa fotokopi, pusat seni, dan lain-lain.
Dalam usahanya untuk memotivasi riset, program penerjemahan juga ditunjang hasil-hasil wakaf. Banyak sekali buku yang ditulis atau diterjemahkan oleh sarjana dan ilmuwan Muslim didanai oleh wakaf. Riset-riset baik yang menggunakan metode empiris maupun sainstifik terus dikembangkan dan didukung pendanaannya oleh wakaf.


1. Wakaf dan Kebebasan Akademik
Wakaf  yang dikenal dan dilindungi oleh Syari’ah untuk kesejahteraan ummat. Wakaf  diberikan kepada setiap madrasah yang membuatnya bersifat otonom dimasa lalu dan dengan demikian membuat para guru dan murid sanggup menuntut pengetahuan demi Allah Ta’ala semata-mata. Institusi wakaf inilah yang memberikan kepada madrasah presonalitas legal yang pertama sekali dalam sejarah. Madrasah yang berlandaskan wakaf inilah yang ditiru oleh universitas-universitas yang paling awal di Barat ketika universitas-universitas itu berdiri delapan abat yang lalu.[26]
Kebebasan akademik dalam pendidikan Islam dapat diterapkan dengan dukungan finansial dari wakaf. Wakaf merupakan ibadah sunah dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah swt. serta untuk  memperoleh pahala yang mengalir terus menerus selama harta wakaf masih dimanfaatkan, walaupun orang yang mewakafkan telah tiada. Secara praktis pewakaf telah berhenti kepemilikan hartanya, sehingga pewakaf sebenarnya tidak bisa menginterfensi segala kebijakan terhadap harta wakaf  yang telah diserahkan kepada wakif. Seluruh harta wakaf akan menjadi milik ummat islam dan akan dipergunakan dengan seutuhnya untuk kemaslahatan ummat. Perguruan tinggi yang dulunya menyatu dengan surau setelah dilembagakan sebagai wakaf terbebas dari kontrol pendirinya atau yang mewakafkan.[27]
Adalah sebuah tanda tirani apabila sebuah negara tidak mempercayai tokoh-tokoh pendidikan untuk melakukan tugas mereka tanpa memata-matai lembaga pendidikan. Dan benar-benar merupakan tanda-tanda kehancuran bila tokoh-tokoh pendidkan harus didekte oleh penguasa-penguasa politik,terhadap apa-apa yang harus diajarkan kepada murid dan bagaimana caranya menyelenggarakan urusan-urusan akademik.[28]
Hukum Islam melarang pemanfaatan yayasan-yayasan wakaf untuk keuntungan suatu kelompok profesi (atau aliran pemikiran). Yayasan-yayasan ini, ketika dikembagakan, masih mungkin dibisniskan asalkan keuntungannya diperuntukkan bagi orang-orang miskin. Meskipun dibolehkan, hal semacam itu jarang dipraktikkan. Dengan demikian, wakaf dalam bentuk masjid, madrasah, rumah sakit, atau lembaga publik lainnya dapat dimanfaatkan untuk keuntungan para profesional yang terlibat di dalamnya, bukan untuk kepentingan suatu mazhab.[29]
Harta wakaf sangat potensial mendukung kebebasan akademik, sehingga terhindar dari kepentingan  penguasa, golongan mazhab, ataupun para pemberi wakaf, karena memberikan wakaf semata mengharapkan pahala serta mendekatkan diri kepada Allah swt. Kita tidak bisa menutup mata walaupun ada sebahagian pewakaf tidak mengharapkan pahala namun ingin kepentingan dunia atau suatu misi golongan serta kepentingan pribadi.

2.  Prospek Wakaf  Dalam Pendidikan Islam Moderen
Peranan wakaf sangat besar dalam menunjang pelaksanaan pendidikan. Dengan wakaf ummat Islam mendapatkan kemudahan dalam menuntut ilmu. Karena wakaf pendidikan Islam tidak terlalu menuntut banyak banyak biaya bagi pelajar-pelajar sehingga bagi mereka baik miskin atau kaya mendapat kesempatan yang sama, bahkan mereka, khususnya yang miskin, akan mendapatkan fasilitas-fasilitas yang luar biasa dan tidak putus-putusnya.[30]
Potensi wakaf tunai di Indonesia diperkirakan cukup besar. Musthafa Edwin Nasution mengatakan bahwa potensi wakaf tunai yang bisa dihimpun dari 10 juta penduduk muslim adalah sekitar Rp 3 triliun per tahun. Hal yang senada disampaikan pula oleh Dian Masyita Telaga. Potensi wakaf tunai yang bisa dihimpun di Indonesia mencapai Rp 7,2 triliun dalam setahun dengan asumsi jumlah penduduk muslim 20 juta dan menyisihkan Rp 1.000 per hari atau Rp 30.000 tiap bulannya. Sedemikian besarnya potensi yang dikandung, maka pengelolaan secara tekun, amanah, profesional dan penuh komitmen tentu akan mampu melepaskan ketergantungan Indonesia terhadap utang luar negeri yang telah menggunung hingga kini. Dengan pengelolaan wakaf tunai, Indonesia tidak perlu lagi berutang kepada lembaga-lembaga kreditor multilateral sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunannya, karena dana wakaf tunai sendiri telah mampu melengkapi penerimaan negara di samping pajak, zakat dan pendapatan lainnya. Melalui berbagai pemikiran dan kajian, peran wakaf tunai tidak dalam pelepasan ketergantungan ekonomi dari lembaga-lembaga kreditor multilateral semata, instrumen ini juga mampu menjadi komponen pertumbuhan ekonomi.[31]
Menurut data yang dihimpun Departemen Agama RI, jumlah tanah wakaf di Indonesia mencapai 2.686.536.656, 68 meter persegi (dua milyar enam ratus delapan puluh enam juta lima ratus tiga puluh enam ribu enam ratus lima puluh enam koma enam puluh delapan meter persegi) atau 268.653,67 hektar (dua ratus enam puluh delapan ribu enam ratus lima puluh tiga koma enam tujuh hektar) yang tersebar di 366.595 lokasi di seluruh Indonesia.     Dilihat dari sumber daya alam atau tanahnya (resources capital) jumlah harta wakaf di Indonesia merupakan jumlah harta wakaf terbesar di seluruh dunia. Dan ini merupakan tantangan bagi kita untuk memfungsikan harta wakaf tersebut secara maksimal sehingga tanah-tanah tersebut mampu mensejahterakan umat Islam di Indonesia sesuai dengan fungsi dan tujuhan ajaran wakaf yang sebenarnya.  Jumlah tanah wakaf di Indonesia yang begitu besar juga dilengkapi dengan sumber daya manusia (human capital) yang sangat besar pula. Hal ini karena, Indonesia merupakan Negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar yang mayoritas penduduknya adalah Muslim. Oleh karena itu, dua modal utama yang telah dimiliki bangsa Indonesia tersebut semestinya mampu memfungsikan wakaf secara maksimal, sehingga perwakafan di Indonesia menajadi wakaf produktif dan tidak lagi bersifat konsumtif.
Belum lagi, potensi wakaf yang bersumber dari donasi masyarakat, atau yang biasa disebut wakaf uang (cash waqf). Jenis wakaf ini membuka peluang besar bagi penciptaan bisnis investasi, yang hasilnya dapat dimanfaatkan pada bidang keagamaan, pendidikan, dan pelayanan sosial. Wakaf jenis ini lebih bernilai benefit daripada wakaf benda tak bergerak, seperti tanah. Jika bangsa ini mampu mengoptimalkan potensi wakaf yang begitu besar itu, tentu kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat lebih terjamin. [32]
Tim Penyusun buku Strategi Pengembangan Wakaf Indonesia (2004) mencatat telah ada usaha-usaha untuk membuat pembangunan wakaf secara produktif, meski belum maksimal. Dicontohkan, masjid-masjid dikawasan strategis dibangun di atasnya bangunan untuk aktivitas pertemuan, seminar, perkawinan, dan lain-lain. Misalnya saja Masjid Sunda Kelapa, Masjid Pondok Indah, Masjid At-Taqwa Pasar Minggu, di Jakarta. Selain itu tanah-tanah wakaf digunakan untuk aktivitas pertanian, kedai-kedai, bengkel. Kemudian, hasil kegiatan ini disalurkan untuk mengembangkan aktivitas pendidikan.
Menurut  Ghaniem A. Alshaheen  gerakan wakaf telah memberi manfaat bagi masyarakat. Banyak pembangunan dijalankan dengan cara memberi bantuan keuangan kepada pelajar miskin. Sesungguhnya masih banyak contoh lain, yang menunjukkan amalan wakaf dapat berhasil guna, manakala dilakoni dan dikelola dengan baik. Ketimpangan pendidikan, dengan alasan anggaran minim harus ditanggalkan dan ditinggalkan.
Aset yang dimaksudkan di sini mencakup berbagai jenis harta yang dapat menjadi objek wakaf seperti tanah, gedung, kebun, tanaman, maupun uang tunai. Dengan pengertian lain, wakaf dapat dikatakan sebagai pengalihan manfaat aset kekayaan atau harta dari hanya sebagai bahan konsumsi menjadi bahan produksi. Hasil produksi itulah yang kemudian dimanfaatkan untuk kebutuhan-kebutuhan konsumtif umat.
Dengan demikian, wakaf dalam syariah Islam sebenarnya mirip dengan sebuah economic corporation di mana terdapat modal untuk dikembangkan yang keuntungannya digunakan bagi kepentingan umat. Yang lebih menjamin keabadian wakaf itu adalah adanya ketentuan tidak boleh menjual atau mengubah aset itu menjadi barang konsumtif, tetapi tetap terus menjadikannya sebagai aset produktif. Dengan kata lain, paling tidak secara teoritis, wakaf harus selalu berkembang dan bahkan bertambah menjadi wakaf-wakaf baru.
Maka tak heran kalau pemerintah Arab Saudi, misalnya, belakangan mulai menerapkan pengelolaan harta wakaf melalui sistem perusahaan atau corporation. Setelah berhasil dengan investasi harta wakaf dalam bentuk saham pada sebuah perusahaan pemborong dan bangunan yang menghasilkan keuntungan jauh berlipat ganda, Kementerian Wakaf Arab Saudi berencana akan mengembangkan pengelolaan wakaf dengan sistem perusahaan secara lebih luas.
Investasi harta melalui wakaf dalam tatanan Islam sebenarnya merupakan sesuatu yang sangat unik yang berbeda dengan investasi di sektor pemerintah (public sector) maupun sektor swasta (private sector). Begitu uniknya, sektor wakaf ini bahkan kadang-kadang disebut sebagai ‘sektor ketiga’ (third sector) yang berbeda dengan sektor pemeritah dan sektor swasta.
Pengembangan harta melalui wakaf tidak didasarkan pada target pencapaian keuntungan bagi pemodal  baik pemerintah maupun swasta tetapi lebih didasarkan pada unsur kebajikan (birr), kebaikan (ihsan) dan kerja sama. Oleh karenanya, agama menjanjikan pahala yang abadi bagi pewakaf (waqif) selama aset yang diwakafkannya masih bermanfaat bagi kepentingan orang banyak. Aset yang diwakafkan semestinya harus terus terpelihara dan berkembang. Hal itu terlihat dari adanya larangan untuk mengurangi aset yang telah diwakafkan (al-mal al-mawqif), atau membiarkannya tanpa diolah atau dimanfaatkan, apalagi untuk menjualnya. Artinya, harus ada upaya pemeliharaan, paling tidak terhadap pokok atau substansi wakaf dan terhadap daya produksinya, dan pengembangan yang terus menerus.
Menarik sekali kasus investasi wakaf mesjid yang dikembangkan di beberapa kota di Timur Tengah seperti Mekkah, Kairo dan Damaskus. Kemajuan di bidang teknologi bangunan yang memungkinkan perluasan gedung secara vertikal semakin menambah ‘nilai tukar’ tanah wakaf. Akhirnya muncul pemikiran untuk meninjau ulang sejumlah wakaf tetap seperti mesjid yang pada waktu diwakafkan hanya terdiri dari satu lantai.
Mesjid-mesjid seperti itu banyak yang dibongkar dan dibangun kembali menjadi beberapa lantai di atas tanah yang sama. Lantai satu digunakan untuk mesjid, lantai dua digunakan untuk ruang bimbingan belajar bagi anak-anak sekolah, lantai tiga untuk balai pengobatan, lantai empat untuk ruang pertemuan serba guna, dan begitu seterusnya.Semua itu, diolah dengan sistem profit yang menjamin pengembangan investasi wakaf. Dari situ terlihat jelas bahwa dari luas tanah wakaf yang sama dapat diperoleh pemasukan yang bermacam-macam  dalam contoh di atas adalah pemasukan dari balai pengobatan, penyewaan ruang pertemuan, dan sebagainya.[33]

3. Kesimpulan
Dari urai diatas dapat disimpulkan menjadi beberapa kesimpulan diantaranya adalah :
·        Wakaf merupakan salah satu sumber keuangan ummat Islam yang sangat potensial.
·        Wakaf merupakan harta ummat yang dapat dipergnakan oleh semuanya dan sepanjang masa.
·        Wakaf dapat menanggulangi biaya pendidikan dimasa yang akan datang.
·        Jika biaya pendidikan dapat ditanggulangi oleh dana yang dihimpun dari wakaf maka pendidikan Islam akan lebih baik dimasa yang akan datang.


Komentar